Pada tahun 2013, pemerintah daerah DI Yogyakarta meluncurkan program Jaminan Kesehatan Khusus bagi Penyandang Disabilitas (Jamkesus Disabilitas). Jamkesus Disabilitas adalah jaminan kesehatan bagi orang yang mengalami gangguan, kelainan, kerusakan, dan/atau kehilangan fungsi organ fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu tertentu atau permanen dan menghadapi hambatan lingkungan fisik dan sosial, yang dilaksanakan dalam rangka sinkronisasi, koordinasi dan sinergi guna menuju integrasi program jaminan kesehatan semesta bagi masyarakat di DI Yogyakarta. Program ini memfasilitasi kebutuhan penyandang disabilitas yang tidak diberikan oleh jaminan kesehatan lainnya seperti paket manfaat alat bantu yang komprehesif dan prosedur pelayanan yang mengakomodir berbagai kondisi penyandang disabilitas. Tujuan penyelenggaraan Jamkesus Disabilitas adalah memberikan jaminan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan, aksesibel, terjangkau, dan alat bantu kesehatan yang menjadi kebutuhan penyandang disabilitas sesuai indikasi medis, secara terkoordinasi dan terintegrasi antara pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota dalam pengembangan dan penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi penduduk DI Yogyakarta. Program Jamkesus Disabilitas sudah resmi berjalan sejak bulan Agustus 2013 setelah dikeluarkannya Pergub No.51/2013

Sejak diresmikan bulan Agustus 2013 sampai bulan Oktober 2015, pemanfaatan Jamkesus Disabilitas masih sangat kecil dengan total klaim hanya mencapai 4,2 juta rupiah dari total anggaran 9 miliar. Evaluasi lebih lanjut akhirnya menyimpulkan bahwa penyebab utama rendahnya pemanfaatan program adalah permasalahan aksesibilitas yang disebabkan oleh prosedur panjang dan rumit yang harus dilalui peserta. Bapel Jamkesos bekerja sama dengan provider dan mitra mengembangkan konsep Jamkesus Disabilitas Terpadu, yaitu kegiatan oneday, one-stop-service di mana semua unsur/ unit pelayanan dikumpulkan di dalam tempat dan waktu yang sama untuk memberikan pelayanan administrasi, layanan kesehatan dan alat bantu kepada peserta Jamkesus Disabilitas. Di samping bertujuan untuk mempersingkat prosedur administrasi dan pelayanan, kegiatan ini juga dilaksanakan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada para penyandang disabilitas yang sebagian besar memiliki keterbatasan fisik. Jamkesus Disabilitas Terpadu dilaksanakan di tiap-tiap Kabupaten/ Kota dengan pemilihan lokasi yang dekat dengan masyarakat. Di samping itu, disediakan pula layanan mobilisasi dan transportasi untuk menjemput dan mengantar penyandang disabilitas yang memiliki kesulitan mobilisasi ke kelurahannya masing-masing. Hadirnya semua unit layanan dalam satu tempat dan waktu yang sama memungkinkan alur informasi dan umpan balik berjalan dengan lebih cepat.

Sejak dimulai pada 21 November 2015 Jamkesus Disabilitas Terpadu terus berlanjut hingga tahun 2018. Pada tahun 2018 ini ada 13 kegiatan Jamkesus Disabilitas Terpadu yaitu 4 di Bantul, 3 Yogyakarta Kota, 2 Sleman, 1 di Gunung Kidul, dan 3 di Kulon Progo. Melalui kegiatan JAMKESUS baik Terpadu maupun Reguler, pada tahun 2018 UCP Roda untuk Kemanusiaan selaku Mitra dapat memberikan alat bantu kursi roda sebanyak 298 kursi roda yang terdiri dari 34 Kursi roda Active, 40 All Terain, 78 Berpenyangga dan 146 kursi roda standar. Yang baru di Jamkesus Terpadu 2018 kali ini adalah adanya pelayanan “reparasi kursi roda” bagi peserta Jamkesus. Pelayanan reparasi diberikan oleh reparator yang juga difabel, handal kemampuannya, dan tersertifikasi oleh UCPRUK (mitra penyedia layanan kursi roda). Yang juga istimewa adalah dalam penyelenggaran tahun 2018 ini ada 2 kegiatan Jamkesus Terpadu yang diselenggarakan bekerja sama dengan TNI (Tentara Nasional Indonesia) yaitu di RS. DKT Yogyakarta dan KODIM Gunung Kidul.

Ada beberapa kisah menarik yang terjadi dalam kegiatan Jamkesus Terpadu pada tahun 2018 ini. Yang pertama yaitu Jamkesus Terpadu yang di selenggarakan di RS. DKT Yogyakarta yaitu adanya permintaan reparasi stroller. Yang kedua penyelenggaran Jamkesus Terpadu di Autis Center Sentolo di mana ketika masuk ke dalam gedung Autis Center “harus” melepas alas kaki, adanya “snack” dari hasil bumi seperti kacang tanah, pisang rebus, jagung, dan ketela, kemudian baru pertama kalinya disediakan makan siang prasmanan. Selain itu ada kisah menarik ketika kami melakukan kunjungan rumah untuk fitting klien di Kulon Progo kami tersesat sampai di tengah hutan meskipun telah mengikuti peta; layanan kunjungan di Gunung Kidul kami diberi “pete” oleh klie; layanan kunjungan di kota Yogyakarta ada klien penerima kursi roda menolak kursi roda yang diberikan dengan berbagai alasan, tetapi ketika kami akan membawa kembali kursi roda tersebut klien akhirnya mau menerima kursi roda; dan ada rumah klien yang sangat sempit sehingga kami kesulitan untuk masuk ke dalam rumahnya.