Siapa Sri dan bagaimana bergabung dengan UCPRUK?

Sri Lestari menjadi paraplegia ” (lumpuh separuh tubuh bagian bawah) karena kecelakaan sepeda motor (Sri Lestari penumpangnya) ketika usia 23 tahun.

Selama sekitar 4 tahun di awal setelah kecelakaan, banyak melakukan pengobatan alternative supaya bisa berjalan kembali. Akhir 2007 menjadi relawan entri data pembuatan buku braille di SLB-A YAAT KLaten, setelah mendapat bantuan kursi roda dari UCP Wheels For Humanity. Kursi roda yang dari UCPWFH ditinggal di SLB untuk memudahkan transportasinya dan kursi roda yang lama masih tetap di rumah. Karena belum memiliki sepeda motor modifikasi, maka pulang pergi ke SLB diantar adik dengan menggunakan sepeda motor roda 2, demi keamanan saat diboncengkan sepeda motor Sri Lestari diangkat ke sepeda motor dan kaki diikat dengan tali di pijakan kaki sepeda motor supaya kaki tidak jatuh atau tidak masuk ke jeruji ataupun ke knalpot. Karena dengan disabilitasnya tersebut, separuh bagian tubuh ke bawah tidak memiliki rasa.

Bisa keluar rumah secara mandiri di akhir tahun 2008 ketika memiliki sepeda motor modifikasi. Awalnya dipinjami sepeda motro modifikasi oleh Lembaga Karina KAS yang menangani korban gempa di Klaten untuk mengunjungi korban gempa yang belum bangkit, untuk berbagi semangat dan pengalaman sebagai difabel yang sudah bisa mandiri

Bergabung dengan UCPRUK:

November 2007 mendapat layanan kursi roda dari UCP Wheels for Humanity yang mengadakan layanan langsung di Solo, atas rekomendasi dari kepala sekolah SLB-A YAAT Klaten (Tempat Sri Lestari menjadi relawan). Sri Lestari waktu itu tidak tahu siapa yang memberi kursi roda, dia ingat hanya Wheel for Humanity, dan bermimpi suatu saat bisa mengucapkan terima kasih secara langsung kepada yang memberi kursi roda. Akhir tahun 2008 Sri Lestari meminjam sepeda motor modifikasi di KARINA KAS Klaten untuk bermain ke Kampung paraplegia di Solo, saat di rumah temannya di Kampung paraplegia tersebut, Sri Lestari mendapat kontak UCP Wheel for Humanity yang orang Indonesia, kemudian membuat janji untuk bertemu untuk berterimakasih dan mendaftarkan untuk temannya supaya mendapat layanan kursi roda juga. Setelah beberapa bulan baru bisa bertemu dan ternyata Sri Lestari malah ditawari untuk gabung bekerja untuk mencari data penyandang disabilitas “CP” (cerebral Palsy) yang ada di Sleman. Setelah selesai pendataan Sri Lestari langsung mendapatkan kontrak untuk bekerja di UCP Roda Untuk Kemanusiaan (UCPRUK), sebagai “Pekerja Sosial” Dan sampai sekarang 2019 masih bekerja di UCPRUK sebagai “Advocacy Officer” Dengan aksesibilitas transportasinya, Sri Lestari telah melakukan perjalanan dengan sepeda motor modifikasinya untuk membagi semangat dan pengalamannya kepada difabel yang masih di rumah melalui “Perjalanan Untuk Perubahan”:

Perjalanan dari Manado menuju Makassar, Sulawesi

Kenapa Perjalanan ini penting

Sri Lestari merasa perjalanan ini penting karena masih sangat banyak Penyandang Disabilitas / difabel di Indonesia masih sulit untuk bisa keluar dari rumahnya, karena mereka tidak punya transportasi, khususnya transportasi umum yang aksesibel. Ketika Sri Lestari memiliki sepeda motor modifikasi, hidupnya berubah. Sri Lestari ingin temanteman difabelnya ataupun paraplegia yang lain juga memiliki kesempatan yang sama seperti Sri lestari. Perjalanan ini menunjukkan kepada masyarakat di Indonesia dan seluruh dunia bahwa menjadi difabel tidak berarti hidupnya berakhir, namun masih memiliki kesempatan yang sama untuk tetap berkarya.

Apa yang harus diperhatikan setelah pemenuhan mobilitas pribadi

Kursi roda adalah kaki bagi penyandang disabilitas (PD) Daksa. Kursi roda yang sesuai dengan ukuran dan kebutuhan PD membuat PD:

  • Lebih sehat
  • Kwalitas hidup meningkat
  • Percaya diri
  • Lebih mandiri/aktif

Namun kursi roda belumlah cukup tanpa pendukung yang lain untuk membuat difabel bisa mandiri dan lebih aktif. Hal yang perlu diperhatikan selain kursi roda adalah:

  • Penyandang Disabilitas bisa menerima diri, percaya diri
  • Penyandang Disabilitas bisa melakukan ADL (Activity Daily Living) secara mandiri, dan keluarga/ orang terdekat adalah pendukung utamanya.
  • Aksesibilitas dalam rumah
  • Aksesibilitas lingkungan
  • Aksesibilitas transportasi

Dalam UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas juga disebutkan dalam:

. Ketentuan Umum, pasal 1: 8. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk Penyandang Disabilitas guna mewujudkan Kesamaan Kesempatan.

Bagian Keempat belas tentang Hak Aksesibilitas Pasal 18 Hak Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: a. mendapatkan Aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik; dan b. mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai bentuk Aksesibilitas bagi individu.

Paragraf 1. Bangunan Gedung Pasal 98 (2) Bangunan gedung yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan fasilitas dan Aksesibilitas dengan mempertimbangkan kebutuhan, fungsi, luas, dan ketinggian bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Marilah kita bergandengan tangan untuk mewujudkan “Indonesia Inklusi dan Ramah Disabilitas”

Sri Lestari